TAK BOLEHKAH BERHARAP DARIMU

 

TAK BOLEHKAH BERHARAP DARIMU ?  

Sunyoto Sutyono

 

Pak Sandi adalah seorang pensiunan guru Sekolah Menengah Kejuruan Atas di kota kabupaten di Jawa Timur sebelah timur. Untuk mengisi kegiatan hidup keseharian dia tak mampu melakukan aktivitas yang banyak mengeluarkan tenaga fisik. Lansia dengan tinggi badan kurang lebih 187 cm, berat badan 110 Kg, kaki kanannya telah cacat, patah tulang bongkol sendi di pangkal pahanya, dioprasi diganti dengan platina. Penyakit diabetes yang dideritanya sudah lebih dari 19 tahun, menyebabkan aktifitas fisik menjadi terbatas. Namun aktifitas yang tidak memerlukan tenaga fisik, masih bisa di lakukan dengan baik. Hidupnya dijalani dengan penuh optimistis penuh rasa syukur.

Beliau masih bersikeras untuk mewujudkan salah satu obsesinya sejak jaman masih kuliah di IKIP dulu, “menjadi seorang penulis terkenal, karyanya menghiasi koran harian, mingguan, majalah dan bukunya diterbitkan penerbit terkenal dan menjadi Best Seller.” Beliau memang suka menulis. Ketika masih aktif menjadi guru, pernah bertahun-tahun membimbing siswa untuk menerbitkan buletin sekolah ”Bina Siswa” untuk mewadahi siswa yang hobi baca tulis. Sayangnya sedikit sekali yang berminat dalam bidang menulis. ”Kata mereka menulis itu sulit.”

”Ya Allah bapak, kalau diumur segitu baru mulai menulis, kapan bisa mencapai predikat Best Sellernya.?” Anak perempuannya yang sudah menjadi guru mengomentari sinis.

“Jk Rowling aja, pengarang Harry Potter pernah best seller itu memerlukan waktu yang panjang sekali. Dia sudah mencoba menawarkan bukunya itu dan ditolak oleh penerbit. Baru penerbit yang ke 13 mau menerima menerbitkan buku itu dan kemudian menjadi best Seller.” lanjut anaknya

“Anakku.... seandainya tidak bisa menulis buku yang Best Seller karena umur bapak memang sudah udzur, bapak ikhlas. Setidaknya bapak sudah mempunyai beberapa karya tulis ilmiah, fiksi cerpen dan novel, sudah bersyukur, obsesi bapak sudah terbayar walau tidak lunas.”

“Menjadi catatan bagimu anakku, selain jadi guru sempatkan ”menulis apa yang sudah kau lakukan dan lakukan apa yang sudah kau tulis, sejak masih muda. Misalnya tulis dalam buku harian sejak masih muda, siapa tahu yang sudah kamu tulis itu kelak menjadi buku yang banyak dicari orang.”

“Saya kasihan melihat bapak, yang selalu disindir oleh ibu karena menulis. Menurut ibu, bapak itu bekerja yang tidak menghasilkan uang. Sementara kebutuhan uang semakin banyak. Untuk beli obat, untuk biaya perbaikan mobil, rumah, peralatan rumah tangga, he.. bapak malah kerja menulis yang tidak menghasilkan uang.” begitu putrinya menirukan omelan ibu

“Anakku, semua gaji pensiun bapak sudah diserahkan kepada ibu, tiga kali lipat dari UMR di sini. Ibumu saja yang gaya hidupnya masih seperti jaman bapak masih aktif jadi pegawai dulu. Hanya pekerjaan ini yang bisa bapak lakukan sekarang, bapak suka dan enjoy. Bapak tidak ingin menyesal ketika bapak dipanggil menghadap-Nya nanti, masih ada ganjalan, obsesi yang belum bapak tunaikan.”

“Bapak… jangan gitu dong bicaranya, serem ah. Semoga bapak masih kuat, sehat wal afiat, dan tetap semangat berkarya, aamiin” putrinya selalu menyemangati dan sering dimintai tolong untuk mengedit karya bapaknya.

Pak Sandi setiap pagi sehabis sholat shubuh, membaca Al Qur’an, masih selalu menulis cerita fiktif atau menulis puisi. Awalnya beliau hanya belajar dari membaca cerpen atau Novel karya orang lain. Pak Sandi belum pernah belajar menulis kepada orang lain, hanya otodidak. Demikian pula dulu ketika masih jadi guru, pak Sandi belajar bermusik juga hanya otodidak. Pak Sandi kemudian menceritakan masa lalunya.

Kala itu usai melatih para siswa untuk persiapan pertunjukan di hari perpisahan siswa kelas tiga. Pak Sandi mengajak beberapa guru untuk menyempatkan diri memainkan alat musik band. Pak Sentot guru ekonomi memegang gitar melodi, pak Nanang guru PPKN memegang bass gitar, pak Suroso Guru Kewirausahaan memegang keyboth dan vokal. saya sendiri menabuh drum. Kami berempat mencoba memainkan satu lagu dari koes Ploes Why do you love me. Itu sulitnya minta ampun, harus diulang banyak kali, baru bisa didengar lagunya. Kami berempat belajar dari tape recorder, melodinya bagaimana, basnya bagaimana, drumnya dan key boutnya bagaimana.  Walau jauh dari sempurna tetapi itu pertama kali saya menabuh drum dalam suatu kelompok band. Rasa puas dan menjadi topik pembicaraan kami sampai di rumah.

Kami berempat semakin bersemangat untuk berlatih menggarap beberapa lagu lain, masih dengan metode sama yaitu mendengar lagu dari kaset. Jam terbang kami setelah langkah awal itu semakin banyak. Dilain kesempatan ada siswa yang ingin mencoba bernyanyi, namanya Retno manik adi. Dia menyukai lagu-lagu milik Anggun C Sasmi. Dari kaset miliknya itulah kami pelajari lagu  “MIMPI”. Setelah yakin bisa, maka kami coba beberapa kali dengan Retno, menggarap lagi ini. Wah hasilnya lumayan. Retno senang kamipun puas.

Sejak itu setiap tahun The Teachers and His Gank begitu mereka menamakan group itu. Selalu tampil minimal pada perpisahan sekolah tempat mereka mengajar dan 17 agustusan di alun-alun kota atau lapangan desa, sekali-kali ditanggap orang untuk acara hajatan pernikahan atau perpisahan sekolah lain. Setiap kami main dan sukses, kami seperti melayang rasa hati menjadi selebriti kampung. Anak istri ikut bangga dan mendukung.

Kini pak Sandi sudah pensiun, dari segi ekonomi sudah dianggap tidak berjaya lagi seperti dahulu. Hobinya berpindah, menekuni bidang menulis fiksi dan sastra puisi. Profesi ini mulai ditekuni secara serius sejak tahun 1921. Walau Istri tidak mendukung, bahkan menghambat kegiatan menulisnya. Bila. membutuhkan uang, istri walau memberi, dianggap hutang yang harus beliau bayar. Pak Sandi tidak mundur. Beliau selalu mengikuti pelatihan menulis gratis dan ikut lomba yang diadakan oleh penerbit. Walau gratis bila karyanya masuk kurasi dan dibukakan  dalam bentuk antologi disarankan beli bukunya. Alhamdulillah ada saja jalannya untuk menuliskan imajinasinya.

Beliau maklum siapa dirinya dan kemampuannya dalam menulis, tua usianya namun dalam bidang menulis masih pemula. Serasa memasuki lorong gelap dibelantara sastra baginya sendirian tiada teman. Sehingga walau pernah tiga kali karyanya meraih juara, selainnya lolos kurasi itu saja sudah puas hatinya. Dan alhamdulillah hobi masih ditekuni sampai saat ini usianya sudah 72 tahun. Rak buku kecil yang dipesan tahun 2023 ditempatkan di ruang tamu rumahnya, kini sudah hampir penuh dengan karya antologi cerpen berbagai genre dan antologi puisi, serta buku karya solo. Sampai saat ini tahun 2025 karyanya sudah 78 judul buku,  terdiri dari  36 buah buku antologi cerpen dan cernak berbagai  buku genre, 32 judul buku antologi puisi dan guritan (puisi bahasa jawa), 10 judul buku karya solonya terdiri dari (1 buah buku kisah perjalanan ke Jepang, 2 buah buku motivasi untuk siswa, 3 buah buku Kumpulan cerpen, 3 buah buku Kumpulan Puisi, 1 buah buku novel.  

Pak Sandi dengan bangga mengenalkan dan menunjukkan karya tulis buku-bukunya  kepada tamu yang bertandang ke rumahnya. Buku-buku tersebut menjadi prasati  benda berharga kesayangannya yang ditinggalkan, bukan mutu yang di tekankan, namun semangat bekerja kerasnya untuk tetap berkarya, yang ingin diwariskan kepada generasi penerusnya.

”Putriku saat ini bapak masih ada dan masih semangat berkarya, kau bisa bertemu setiap saat kapan saja. Saat ini kau tidak berminat membaca karya-karya bapak karena kau tidak punya waktu, terlalu sibuk dengan urusanmu, tidak masalah. Nanti bila bapak sudah tiada mungkin ada rasa rindu yang menggebu, maka sempatkan membaca buku-buku di rak kecil kebanggaan bapak itu sebagai pengobat rindumu pada bapakmu. (Snt)

Jember, Okt 2025

 

 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERPUSTAKAAN KECIL DIRUMAH.

PUISI PERTAMA YANGLOLOS KURASI