CERPEN KE 8 BUKU KUMPULAN CERPEN KE 3

 

(08)

SURAT WASIAT.

Sunyoto Sutyono

 

Sehabis makan malam bersama, David menyuruh anak-anaknya melihat tv di ruang tamu. Yang lain diminta tetap berada di ruang makan itu.

“Ibu, dek Dafa dan dek Susi, sabar sebentar tetap duduk di tempat masing-masing, Saya mau berbicara serius.” David mengawali pembicaraan. Semua diam menunggu apa yang akan di sampaikan oleh kak David. Istrinya Tari kelihatan gelisah, karena David lamban menyampaikan keinginannya.

“David, sampaikan saja jangan sungkan-sungkan. Apa yang akan kamu sampaikan nak?” kata ibu

“Iya mas David nih, lamban.” Tari tidak sabar, kawatir suaminya berubah pendirian, David menarik nafas panjang.

“Sebenarnya sudah hampir setahun terakhir ini, usaha saya bangkrut. Sepi job, uang macet di klien walau pekerjaan sudah selesai dikerjakan. Dampaknya sisa modal semakin habis untuk kebutuhan rumah tangga sehari-hari.” tersendat bicara David.

“Mas, sampaikan saja uneg-uneg mas apa adanya.” desak Dafa

“Maaf ibu dan Dafa, bagaimana kalau warisan dari almarhum bapak segera dibagi. Saya butuh modal besar untuk memulai kembali usaha saya.” David berkaca-kaca. Melihat suaminya menangis Tari langsung mencak-mencak marah.

“Ibu sengaja membedakan kasih sayangnya antara Dafa dengan David, Ibu sengaja ingin menguasai seluruh warisan almarhum.” katanya tanpa sungkan

“Dafa sengaja mendekati ibu, agar mendapat warisan. Iyakan Susi, kamu sama saja dengan suamimu. Sehingga kini hidupmu kecukupan, punya mobil, rumah bagus. Kalian kan PNS biasa, bukan pejabat!” lanjut Tari. Semua Bagai disambar petir, terdiam dengan sikap Tari yang tiba-tiba itu.

***

Setahun setelah meninggalnya pak Ferdiansyah, situasi rumahnya di kompleks perumahan kelas menengah keatas “Batu Kencana” itu kelihatan sepi. Hanya seorang wanita lansia bu Ferdiansyah yang menempatinya. Kedua putra dan keluarganya sudah pada menikah dan punya rumah masing-masing, Hanya sesekali Dafa Narendra, putra keduanya yang rumahnya di desa sebelah, mengunjungi dan menginap bersama istri dan kedua anaknya.

David bersama keluarganya tinggal di rumahnya dalam kota kabupaten, kira-kira 30 km dari rumah ibunya. Sehingga jarang sekali, bahkan akhir-akhir ini tidak pernah lagi bersilaturahim. Situasi rumah David yang bekerja sebagai pemborong itu, terguncang prahara ekonomi. Lestari Damayanti istri David punya usaha pracangan sembako kecil-kecilan. Karena itu dia iri dalam hati kepada keluarga Dafa yang status ekonominya jauh lebih baik.

Dafa dan istrinya Susi Ismarini sama-sama pegawai negeri, kehidupan keluarganya lebih tenang, lebih tentram bahagia dibanding keluarga kak David. Keluarga Dafa lebih bersyukur atas rezeki yang diberikan Allah. Mereka, dapat mengatur penggunaan uang dengan sebaik-baiknya. Mereka tetap menyambung silaturahim dengan siapa saja terutama ibu dan kakaknya.

Lestari semakin menjadi-jadi rasa iri dengkinya kepada keluarga Dafa, karena dia mengira bahwa Dafa telah memanfaatkan kedekatannya dengan ibu mertua. Timbul ide busuknya, menghasut David suaminya agar warisan dari ayah mertuanya segera dibagi saja. Niatnya disampaikan pada suaminya. Selain itu diam-diam dia pergi ke dukun mengguna-gunai Dafa agar menjauh dengan ibu mertua. Namun sebagai orang taat beragama keluarga Dafa tidak terpengaruh buruk.

“Mas kita ini sekarang sudah bangkrut, minta sama ibu dong untuk membantu. Ibu kan punya warisan banyak. Kalau mas hanya diam bisa-bisa kalah sama Dafa.” suatu saat Tari menghasut suaminya.

“Dek, kamu itu apa tidak ingat nasehat bapak, ketika masih ada bersama kita. Tugas orang tua mengantarkan kita sampai dewasa dan berumah tangga. Sekarang kita sendiri yang harus melanjutkan hidup!” ketus David pada istrinya.

“Apa salahnya. Ibu kan sendirian masih berkecukupan. Lha kita, sekarang tidak punya apa-apa. Tidak salah mengeluh pada orang tua.” Tari ngeyel nada suaranya meninggi.

Hasutan pertama tidak masuk. David di doktrin oleh ayah Ferdiansyah sejak kecil tentang kebajikan. Namun Tari tidak putus asa, berkali-kali dengan berbagai alasan. akhirnya termakan juga hasutan istrinya itu,

***

“Ibu bagaimana tentang permohonan David. Tari selalu mendesak bagaimanapun warisan harus di bagi, kami terjepit bu.” Ibu menjadi tersinggung dengan sindiran Tari bila ngobrol di keluarga, Kasihan Dafa dan istrinya menjadi sasaran. Ibu masuk kamar mencari dokumen peninggalan almarhum yang selama ini belum pernah ditunjukkan kepada anak-anaknya.

“Ini peninggalan bapak kalian, surat wasiat, dan lain-lain Dafa tolong bacakan.” Ibu memberikan selembar surat. Dafa menunjukkan kepada mas David.

“Bacakan” perintah David pada Dafa.

 

SURAT WASIAT

Assalamu ‘alaikum warrohmatullahi wabarokaatuh.

Bapak berwasiat kepada istri dan anak-anakku tercinta :

1.    Sebenarnya David dan Dafa adalah anak angkat Bapak Ferdiansyah dengan ibu Larasati. Sejak bayi sampai dewasa dan berkeluarga kami sayangi, kami didik ilmu agama, kami sekolahkan sampai sarjana, sebaik-baiknya seperti anak kandung sendiri.

2.    Sehubungan hal tersebut berarti kewajiban bapak dan ibu sudah cukup dan selesai.

3.    Bapak bukan orang kaya harta, namun kaya hati. Harta bapak yang bernilai  ekonomis hanya berupa :

a.    Rumah dan tanah di komplek perumahan “Batu Kencana” di Kec Jati Anom luas tanah 20x17 m, ada sertifikatnya.

b.    Sebidang tanah kosong di kec Jenggala ukuran 20x15 m, ada sertifikatnya

c.    Mobil station merk Isuzu Panter 1997, ada BPKB dan STNK nya

d.    Gaji pensiun janda a.n. Larasati (istri Ferdiansyah), ada Sk nya, sesuai aturan pemerintah yang berlaku.

4.    Semua harta itu hak waris jatuh pada ibu Larasati, selama dia masih hidup dan belum menikah lagi. Bila menikah lagi maka semua harta juallah dan bagilah sama rata ibu Larasati, David, Dafa, saudara sekandung bapak ibu  masing-masing seperempat.

5.    Tetaplah saling menyayangi satu sama lain sebagai saudara dalam keluarga. Do’akan agar bapak tenang dialamnya.

Assalamu ‘alaikum warrohmatullahi wabarokaatuh.

Jati Anom, 1 Mei 2017

FERDIANSYAH.

Surat ini ditulis tangan dan ditanda tangani oleh almarhum Bapak, diatas meterai rangkap tiga lembar. Selesai dibacakan surat itu, Ibu, mas David, dan Dafa sendiri tanda tangan dikolom yang sudah tersedia. Sebagai tanda sudah mengikuti pembacaan dan menerima tembusan surat wasiat tersebut. Mereka semua sejenak terdiam tidak berkata-kata..

“Wasiat almarhum harus dilaksanakan, kalian sudah di didik agama sejak kecil tentu mengerti betul isi dan maksud tersurat di wasiat itu!” bu Firdian tegas, sejenak semua diam.

“David, bagaimana kalau sementara sambil menunggu cairnya uang yang macet di klien itu, kamu usaha lain yang modalnya tidak terlalu besar?” ibu memecah keheningan

Susi memberi pandangan, “Usaha franchise ayam iris crispy modalnya sekitar 12.000.000, dibimbing oleh ownernya agar langsung bisa menjalankan usaha”.

 “Lalu modalnya ?” tanya David

“Pinjam ke Bank, pakai jaminan Sk pensiun ibu saja, namun mencicilnya tolong  dibantu” usul ibu. Dafa sanggup, David sanggup setelah usahanya jalan. Tari diam membisu dalam kemarahan. (Snt)

 

Jember, 5 Agustus 2023.

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERPUSTAKAAN KECIL DIRUMAH.

PUISI PERTAMA YANGLOLOS KURASI