CERPEN KE 2 BUKU KUMPULAN CERPEN 3
(02)
MERAH PUTIH
Sunyoto Sutyono
Aku adalah lembaran kain berwarna merah cerah dan putih
suci bersih dengan ukuran tertentu. Kemudian dijahit disambung jadi satu. Bendera
merah putih itulah namaku. Statusku menjadi berubah, tidak sembarangan
memperlakukanku. Harus terhormat karena aku adalah lambang suatu negara yang
merdeka dan berdaulat bernama Indonesia. Aku adalah bendara bangsa Indonesia.
Dahulu kala demi bisa mengibarkanku, perlu perjuangan
sangat besar dan berat, dalam kurun waktu yang sangat panjang. Tidak terhitung
banyaknya jiwa, harta, benda, kehormatan dikorbankan demi status sebagai negara
merdeka dan berdaulat.
Terbebas dari penjajahan dan penindasan dari bangsa lain.
Sejak jaman kerajaan-kerajaan di Nusantara selalu saja negara-negara lain sebut
saja antara lain Belanda, Inggris, Portugis, Mongolia, Jepang, ingin menguasai
Nusantara Alhamdulillah Allah
memberikan jalan dan meridhai perjuangan bangsa Nusantara. Waktu itu belum ada
Indonesia. Mengapa? Apa kita bangsa yang bodoh? Tidak, karena kita tidak
bersatu sehingga mudah diadu domba. Alhamdulillah atas Ridha Allah dengan
segala keterbatasan perjuangan rakyat Nusantara berhasil, negara Indonesia
lahir 17-8-1945. Lalu diakui simbul negara dengan bendera merah
putih dan berkibar diseluruh wilayah Indonesia.
Aku
yang suci bersih gagah dan perwira berkibar diangkasa. Siapa berani menurunkanku maka seluruh rakyat Indonesia
akan bersedia membela untuk mempertahankannya. Warna merah cerah
diatas artinya berani, warna putih dibawah artinya suci. Kemudian
perkembangannya di ciptakan lambang negara dengan burung garuda. Lambang ini
mirip dengan lambang negara lain, namun berbeda, segala pernak pernik dan
asesoris dalam lambang itu mempunyai makna khas Indonesia.
Dari
tahun ketahun negara yang baru merdeka itu berbenah diri melengkapi segala
sesuatunya. Sehingga semakin lengkaplah dan semakin maju pesatlah Indonesia. Tidak
terasa saat ini 78 tahun sudah, Indonesia merdeka sudah mengalami pergantian
presiden tujuh kali. Pembangunan disegala lini begitu pesat, negara semakin
maju dan berperan besar dikancah dunia.
Memang
tidak dipungkiri bahwa perjuangan belum selesai. Tujuan kemerdekaan mewujudkan
masyarakat adil makmur dan berdaulat masih belum sepenuhnya tercapai. Masih terus berproses menuju ke sana, percayalah suatu
saatnya in syaa Allah tercapai jua.
Bila tanggal tujuh belas agustus pagi hari di Istana
negara, di alun-alun kabupaten untuk
mengibarkanku di tiang kehormatan dikawal oleh barisan para perwakilan pelajar
berprestasi dari seluruh Indonesia. Itupun harus dilatih baris berbaris, mental
patriotisme selama berhari-hari bahkan bulan, demi tampil bagus dan benar,
karena disaksikan seluruh masyarakat Indonesia.
Berhati-hati penuh kehormatan aku diambil dari kotak
bendera pusaka yang diberikan oleh Presinden. Bendera pusaka yang asli dibuat
oleh ibu negara pertama ibu Fatmawati Soekarno sejak diumumkan Merdeka 1945.
Kini tidak dikibarkan lagi karena pudar warnanya dan lapuk dimakan jaman. Yang
dikibarkan saat ini adalah duplikat bendera yang warnanya masih jernih.
Pelan aku dibawa ke tiang bendera dan di kerek
naik keangkasa biru diiringi musik marching band mengalunkan lagu Indonesia
raya. dan diikuti penghormatan seluruh peserta upacara sampai aku mencapai
puncak tiang bendera. Bila sore hari serombongan pasukan menurunkanku dengan
cara khikmat di tarik pelan aku menuruni tiang bendera dilipat dan disampaikan
oleh pembawa bendera diserahkan kepada Pembina upacara untuk menyimpan di
kotaknya kembali.
Sayang sekali pengibaran bendera di kampung-kampung tidak
seperti di istana atau kantor pemerintahan. Aku dipancang di tiang seadanya,
berhari-hari siang malam tak pernah di turunkan hingga pudar dan lusuhlah aku.
Terkadang aku terjatuh ketanahpun orang tidak perduli,
tidak bergegas menegakkanku. Masih untung aku ditemani penjor-penjor atau
umbul-umbul dan diterangi lampu hias, bila malam hari. Ada pula yang tidak
perduli walau sudah diperintahkan oleh aparat pemerintah untuk mengibarkanku.
Itu semua membuatku sedih.
“Apa yang sebenarnya
ingin kau sampaikan wahai bendera bangsaku?”
Tanya si anak muda.
“Aku kalau kau
pandang secara fisik hanyalah benda kain, mungkin tidak punya nilai apa-apa.
Namun kalau kau pandang dari historis dan fungsiku, maka aku adalah jiwa yang hidup. Aku pantas
dihormati dan diperjuangkan oleh seluruh rakyat Indonesia agar senantiasa bisa
berkibar di seluruh Indonesia yang nota bene terdiri dari beribu pulau
besar kecil, lautan dan samudra.
Satu pulau saja aku
tidak berkibar di sana maka pulau itu akan dimiliki oleh negara lain. Kalau
para pejuang dulu tidak disangsikan rasa patriotismenya terhadap negara. Bagi
anak cucu bangsa yang sudah generasi turun ke tujuh puluh delapan tahun sejak
Merdeka maka jangan sampai luntur rasa kecintaan terhadap negaranya, merah
putihnya, Garuda Pancasilanya, Indonesia Rayanya.”
“Apa menurutmu
sekarang ini masyarakat sudah merasakan Merdeka wahai bendera pusaka?” tanya
anak muda pula
“Kalau kau bersyukur
maka tentu akan mengatakan kita sudah Merdeka. Kalau kau kurang bersyukur maka
kau akan mengatakan belum Merdeka. Kau tanya secara jujur pada dirimu sendiri
apa yang selama ini sudah kau perbuat atau berjuang untuk negaramu? Sudah
sebandingkah dengan perjuangan para pahlawan pendiri negara inikah? Bagaimana
kalian akan mempertahankan negara Merdeka bak surga dunia, gemah ripah loh
jinawi ini, kalau kau sendiri masih
ragu bahwa Indonesia Merdeka, acuh dan tak mau bersatu?” (Snt)
Jember, 6 Agustus 2023
Komentar
Posting Komentar