CERPEN KE 10 BUKU KUMPULAN CERPEN KE 3
(10)
TEMBOK CHINA,
MAHA KARYA DUNIA
Sunyoto Sutyono
Tahun 2012 Saya
pernah mendapat kesempatan pergi ke Beijing ibu kota RRC, dalam rangka studi
banding kepala Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri bertaraf Internasional.
Dari Jawa Timur kami berjumlah enam orang ditambah dari provinsi lain seluruh
Indonesia jumlahnya menjadi sekitar 25 orang. Kepergian kami di prakarsai oleh
Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan
pusat Jakarta.
Singkat cerita kami
harus berkumpul di bandara Soekarno Hatta Jakarta. Kami meninggalkan Jakarta
Indonesia pukul 16.00 wib menuju ke Hongkong International Airport. Ketika itu
langit cerah, semakin tinggi kami mengudara semakin menarik panorama langit. Kulihat
dari jendela pesawat berbias bergumpal-gumpal kapas putih membuat saya kagum
menyaksikan indahnya lukisan alam tersebut.
Sampai di bandara Internasional Hongkong pukul
21.00 wib. Ketika itu bandara di terminal Internasional masih ramai oleh para penumpang, penjemput serta para petugas
bandara. Kami pindah ke terminal penerbangan lokal suasananya sepi. Menunggu
beberapa waktu untuk melanjutkan penerbangan ke Beijing yang masih memerlukan
waktu kurang lebih 3 jam. Perjalanan dilanjutkan naik bus ke kompleks Hebey
University masih memerlukan waktu sekitar 2 jam lagi.
Sampai di halaman asrama mahasiswa/ dosen
kompleks Universitas Heibey, sudah jam 02.00 dini hari. Jangan ditanya capeknya
badan ini. Dua hari dua malam, tidak
bisa istirahat dengan baik, sungguh perjalanan panjang yang sangat melelahkan.
Pagi hari kami menyempatkan melihat suasana di
halaman, heran di asrama itu, tidak ada mobil atau sepeda motor yang terparkir
di situ. Angin bertiup sedikit kencang, udara sangat dingin. Saya dengan pak
Lanang mencoba berjalan sedikit jauh melihat sepedah pancal di parkir
sangat banyak di tempat parkiran.
“Apa mahasiswa dan dosen di Uneversitas yang
sebesar dan terkenal ini, keseharian naik sepeda?” tanyaku pada pak Lanang.
“Mungkin iya pak,
para dosen di sini juga tidak naik mobil pribadi seperti di negara kita.
Beritanya di sini kepemilikan kekayaan pribadi dibatasi oleh negara.” pak
Lanang memberi penjelasan. Kami tidak membahas lebih lanjut, segera pulang ke asrama untuk bersiap-siap
Acara kunjungan sangat padat. Namun dalam
kesempatan ini saya hanya fokus menceritakan perjalanan mengunjungi destinasi
wisata The Great Wall, Tembok Raksasa China, atau Wanli Change Cheng.
***
Saya begitu takjub ketika memasuki plataran
depan undak-undakan naik keatas
tembok.
“Pak, nanti naik
keatas sana ya?” tanyaku kepada pak Masrukin teman dari Trenggalek
“Apa Pak Adi bisa,
kuat naik tangga itu sampai di atas.?” jawabnya.
“Insyaa Allah
kuatlah, sudah sampai di sini kapan lagi akan naik keatas tembok ini.”
“Oke, mari jalan
pelan-pelan saja, kalau capek berhenti.”
Dengan susah payah
akhirnya kami berdua bisa sampai di atas tembok. Sesak nafas di dada karena
capek, namun lega rasanya.
“Kira-kira berapa
tinggi tembok ini dari dasar kita mulai naik tadi/” tanya pak Masrukin
“Menurut data yang saya baca di Google tingginya antara 4,5 – 15 meter tidak rata,
di jarak tertentu ada bangunan yang berfungsi sebagai benteng. Panjangnya
sekitar, 8,851 Km, lebar 9 meter.” jawabku
Kami melayangkan
pandangan kemudian kagum dan takjub, melihat kokohnya bangunan ini, panjangnya
memagari daerah pegunungan.
Menurut sejarahnya
tembok ini dibangun oleh beberapa Dinasty. Pertama dibangun tahun 453 – 221 SM
oleh negara-negara Qi, Chu, Yang, Wei, dan Zhao. Dynasty
Qin membangun kemudian dengan bahan bangunan tanah pasir kuning dan batu
kerikil dengan urat kayu ranting. Pembangunan dilanjutkan tahun 220 SM dengan
mengerahkan tenaga kerja rakyat jelata kurang lebih 300.000 orang. Tahun 140-87
SM, Dinasty Han merenovasi tembok besar ini dan menambah sekitar 1000 km
panjangnya, dikerjakan selama 20 tahun. Pada tahun 1368-1644 M, konstruksi
bangunan tembok direnovasi oleh dynasty Ming dan panjang di tambah lagi dengan
5650 km sehingga menjadi bangunan terpanjang di dunia.
Ada sembilan titik
dimana didirikan benteng pertahanan dan pintu gerbang untuk pengawasan daerah
perbatasan. Benteng paling timur
disebut Shanhaiguan dan benteng terbarat disebut Jiayuguan.
“Kita naik tadi
berarti dari pintu paling timur pak. Yuk kita foto-foto.” ajak saya. Silir
angin sedikit kencang dan dingin, menerbangkan debu dan pasir halus yang
membahayakan mata dan pernafasan kami.
“Oke sini saya foto, nanti gantian yang berakting.”
Sementara kami berfoto ria bu Ida dengan pak Lanang teman serombongan dari Jawa
Timur melintas dan foto bersama.
“Pak Lanang dan bu Ida menyusuri berapa
gerbang?” tanyaku
“Tiga gerbang dari gerbang paling timur tempat
pertama kita naik tadi.” jawab pak Lanang dan bu Ida
“Maklum otot muda, kami yang tua ya di gerbang
pertama ini saja sudah cukup.” goda pak Masrukin.
“Haaalah, yang penting kan sudah kesampaian
naik ke great wall, sudah suatu kebanggaan.” sela bu Ida yang cantik itu.
“Diatas tembok ini
difungsikan untuk komunikasi dan transportasi para militer pada jaman dahulu.” kata pak Lanang sambil melihat
sisi kiri kanan tembok.
“Apakah kira-kira di
sepanjang tembok ini, masih terpelihara dengan baik seperti yang kita saksikan
di sini?” tanya bu Ida
“Kalau di negara kita Borobudur juga sudah mengalami
kerusakan di sana-sini, karena erosi, karena pencurian, pengrusakan oleh tangan
manusia. Untung Pemerintah yang berwenang di bidang arkeologi mampu
merawat dan melestarikan ini. Kalau tidak ya bisa sudah tamatlah Borobudur
tinggal cerita..” kata pak Masrukin membandingkan.
“Menurut berita yang saya baca di google
Wikipedia.org walau dilindungi, situs purbakala ini ternyata mengalami
kerusakan di kurang lebih 1/3 bagian terutama di tembok bagian luarnya. Yang
masih terpelihara dengan baik hanyalah yang berada di Beijing.
Kerusakan
sebagian karena perbaikan yang menggunakan teknologi serampangan, pencurian
batu artefak inskripsi, Banyak Masyarakat yang tinggal di sekitar tembok
mengambil batu dari tembok itu untuk membangun rumah atau kandang ternak.
Terutama bagian yang dibangun oleh Dynasty Qin, Han, Sui dan Ming yang
rentan, dibobol untuk jalur kendaraan
dan karena erosi.” penjelasan saya
“Seperti di jelaskan
oleh Petinggi Pendidikan Heibey kemarin. Salah satu upaya Pemerintah RRC untuk
melestarikannya adalah membuka jurusan studi Tembok Besar, pada
Universitas-Universitas lokal. Dengan begitu dapat menarik arkeolog-arkeolog
muda yang ahli untuk meneliti dan
melestarikannya.” lanjut pak Lanang.
Hai pembaca, apakah
suatu saat kita bisa datang ke sini teman? Entahlah hanya Allah yang maha tahu.
Kami bersyukur telah menyaksikan maha karya dunia ini. Alhamdulillah. (snt)
Jember, 28 Agustus 2023.

Komentar
Posting Komentar