MBAH MARTO DIHAHARDJO


 BAPAK IBU PEPUNDEN YANG MENURUNKAN TRAH MBAH GURU DONGKO
MBAH MARTO DIHARDJO ALMARHUM DENGAN ISTRINYA 
MBAH PARIWORO



SIMBAH KAKUNG (Almarhum)

SIMBAH MOEKIDJAN al MARTODIHARDJO bin ACHMAD RASYID

 

Beliau adalah Putra dari Mbah Buyut ACHMAD RASYID dengan mbah Buyut Putri SAMIJAH  dari Kampak. Sesaudara sekandung ada tiga yakni (1) MBAH MOEKIDJAN al MARTODIHARDJO berdomisili di Dongko, (2)  MBAH MUKIJAT berdomisili di Kampak, (2) MBAH MOEDJIMAN  al MARTO SOEDARMO berdomisili di Kalangbret Tulungagung.

Simbah Martodihardjo kemudian menikah dengan mbah putri Pariworo adalah pepunden yang menurunkan keluarga Jepun dari Dongko. Beliau adalah Bapak dari  sembilan putra putri Keluarga Simbah Guru Dongko. Menurut penuturan Pak Lek Drs. H. Slamet  Martowidjojo si Bungsu dari keluarga ini, Simbah Kakung Martodihardjo itu  pendiam, disiplin, sehingga putra-putrinya sangat takut bila melanggar ketentuan atau membuat kesalahan.

Beliau berprofesi sebagai guru SR (Sekolah Rakyat) Negeri  dan terakhir pensiun sebagai Kepala SR Negeri Dongko I. Beliau adalah merupakan tokoh panutan  dunia pendidikan di Kecamatan Dongko kab Trenggalek. Sangat berpengaruh dan sangat dihormati oleh masyarakat kalangan pendidikan, kalangan pemerintahan maupun masyarakat biasa pada umumnya di Kec Dongko. Kalau memperhatikan jejak sejarah dan bukti peninggalan, bahwa beliau itu priyayi yang gemi,  nastiti, ngati-ati. Sebagai guru PNS jaman dahulu berapa gajinya, karena itu pilihan hidup sampingan adalah bertani. Simbah tidak kaya namun cukup sandang pangan dan papan.

Diluar dinas beliau senang sekali bertani sampai akhir hayatnya. Beliau hidup sederhana, rajin menabung berinvestasi berupa tanah dan pekarangan yang ditanami berbagai  buah-buahan, memelihara ikan mujaer, tombro di kolam dekat Pasar Dongko, dan menanam kobis lombok dan sayuran lain  demi menyalurkan hobi bertaninya.

Postur tubuh simbah kakung itu sedang tidak tinggi tidak rendah

tidak gemuk tidak kurus ukuran orang Indonesia pada umumnya, berkulit sawo matang, berambut lurus berhidung mancung.

Menurut penulis, yang sejak kecil dibesarkan ikut simbah,  simbah itu kereng atau keras, tegas tetapi lembut dan sayang serta  tidak mau diam. Beliau senang membaca buku-buku ilmu tuwa misalnya gatoloco, darmo gandul sapto darmo dan lain-lain. Waktu itu saya masih kecil sehingga tidak boleh membaca itu. Pernah waktu itu saya melihat buku judulnya Darmo gandul, eh ketangkap simbah. “anak kecil dilarang baca buku itu”

Rumah tinggal mbah Marto itu dulu rumah gedong termasuk mentereng sangat dikenal masyarakat. Lokasinya dekat pasar Dongko di jalan raya Daendels Jl. Panglima Soedirman sekarang. Dari jalan raya struktur tanahnya sedikit menaik karena itu keluarga sering mengatakan rumah simbah itu dengan sebutan omah nduwur. Didepan pendopo mah nduwur itu dulu ada rumah yang ditempati oleh keluarga mbah Markam dan disebelah mah duwur itu dulu ada rumah ditempati oleh keluarga pak de Diroen (Ayah Pakde Paidjo, Pakde Surat, dan Yu Tumini)

Sayang karena tidak ada yang merawat rumah (mah nduwur) itu dirobohkan dan kini tersisa rumah kecil yang dulunya dapur ditempati oleh bude Sujami istri pakde Adi soemarto. Masih untung tanahnya masih milik keluarga mbah Martodihardjo. Bagi saya, Bulik Warni, paklik Slamet, rumah itu sangat berarti karena merupakan prasasti sejarah TMGD. Di dunia tidak ada yang abadi, semua itu tinggal kenangan.  

 

 SIMBAH PUTRI PARIWORO

BINTI TOIKROMO (Almarhumah)

Simbah Putri adalah keturunan Buyut Toikromo seorang Demang KE 4 di Desa Dongko Tempo Doeloe. Sesaudara Kandung ada empat yaitu (1)  Eyang Paimin al  Mangoen Admodjo, berdomisili di Watu kuncung, (2) Eyang Paiman al Martodisastro, demang Desa dongko menggantikan buyut Toikromo berdomisili di Desa Dongko, (3) Eyang Painah  menikah dengan Eyang Karto Dihardjo, Carik desa Dongko berasal dari Puru berdomisili di watu kuncung.

(4) Eyang PARIWORO binti Toikromo istri dari simbah MOEKIDJAN al MARTO DIHARDJO bin ACHMAD RASYID. adalah ibu dari sembilan putra putrinya.

Beliau bersahaja, kalem, sabar, sangat peduli dan senantiasa menjalin hubungan silaturahmi dengan keluarga dan kerabatnya. Postur tubuh beliau termasuk tinggi  tidak gemuk, kulitnya bersih kuning langsat, rambut lurus selalu digelung rapi, berkebaya dan memakai kain panjang. Simbah putri ini setiap hari makan sirih, makanya giginya coklat tetapi tidak pernah sakit gigi. Beliau adalah yang menurunkan silsilah “TRAH MBAH GURU DONGKO”

Menurut Pak lek Slamet Martowidjojo putra bungsu, bunda Pariworo adalah seorang ibu yang sabar dan murah sernyum serta  sayang anak dan cucu cucunya. Pada saat tertentu secara periodik simbah Marto kakung putri  sering berkunjung ke rumah anak cucunya, baik yang diluar kota atau pun dalam kota. Bila liburan panjang anak cucu sering bersilaturahim ke njepun Dongko, dan itulah kebahagiaan yang beliau rasakan semua anak cucu pada ngumpul.

Penulis sejak masa kanak-kanak  sampai kelas 6 SD diasuh  simbah Pariworo di rumah njepun. Selama ikut simbah saya merasakan simbah kakung dan mbah putri sangat sayang bahkan memanjakan. Mbah putri itu gerak geriknya kalem, tutur katanya adem kepada siapa saja, sabar pengertian dan bijaksana. Kepada mbah kakung sangat berbakti, sopan dan perhatian ingat-ingat seperti pasangan putri-putri kraton jaman dahulu. Tidak sembarangan bicara atau berolok-olok seperti keluarga muda modern seperti jaman sekarang. Simbah putri tidak bekerja di kantor seperti putri-putri jaman sekarang, beliau ibu rumah tangga mendidik dan membesarkan anak-anak, suami bertugas mencari nafkah. Begitulah prinsip keuarga embah Martodihardjo.

Dulu kalau simbah bertandang ke rumah mbah Niti Soedarmo (ayah dari Bapak Soetijono) para simbah (mbah Niti putri, mbah Jekso, mbah Joyo dan mbah Pariworo) pada main kartu cina yaitu main slembrek atau sampen atau main ceki. Sebagai penyemangat dalam bermain mereka taruhan uang kecil-kecilan atau lotre daging ayam hanya sebagai hiburan sesaat.

Mbah Martodihardjo dengan mbah Pariworo  menurunkan Sembilan putra putri ( GENERASI PERTAMA / GENERASI ANAK )

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CERPEN TENBOK CINA MAHA KARYA DUNIA.

STUDI BANDING KE CINA (RRC)