CERPEN HOROR "KUCING SILUMAN"
KUCING SILUMAN.
Sunyoto Sutyono
Sepulang
dari rumah mbak Sakinah janda muda yang ada perhatian pada dirinya. Suwondo
heran, si belang kelihatan aneh. Dia mengelus kepala kucing itu. Diluar dugaan
belang meloncat kearahnya, mencakar tangannya sampai luka. Suwondo marah kepala
belang dipukul dengan tangkai sapu ijuk dengan keras. Kucing belang mengerang
keras lalu terdiam. Suwondo menyesal,
diamatinya kucing itu ternyata sudah tak bernyawa. “Kucing kesayanganku, teman
satu-satunya di rumah ini. Maafkan telah kilaf sehingga menyebabkan kematianmu.”
sesal Wondo.
Setelah
menguburkan kucing kesayangannya dengan baik, Suwondo mengunci pintu depan. Di
luar rumah terang bulan purnama sayang hujan angin. Suara tetesan air di atap
rumahnya gemerosak, menghipnotis mata Suwondo. Beberapa kali dia menguap,
kemudian berusaha tidur. Matanya sulit dipejamkan, pikiran dipenuhi peristiwa
kematian kucingnya. Antara sadar dan tidak, lamat-lamat dia mendengar suara tangisan perempuan
memilukan di luar rumah. Suwondo berpikir suara itu halusinasi. Disela tangisan
terdengar suara memelas “Kamu tega Bang,” Suwondo kaget, lagi-lagi pikirannya
melayang pada si belang.
Dia
terkejut terdengar suara ember jatuh. Dia meloncat dari tempat tidur mengira
ada maling masuk rumah. Tidak ada siapa-siapa, lagian apa yang mau dimalingi,
hanya ada sepedah motor tua itupun mogokan. Dia kembali ke kamar betapa
terekejutnya dia di tempat tidurnya yang hanya beralas lembaran triplek dan
tikar tergolek seorang yang cantik. Kulitnya putih berambut pirang, berpakaian
seperti nonik Belanda. Dia membuka
matanya yang indah, kemudian memeluk dan mencium pipi Suwondo, Dia merasa aneh,
tubuh wanita itu dingin seperti es. Dia shock hampir tak sadarkan diri karena
kaget atau terlalu senang. Sesaat berusaha menenangkan diri kemudian dengan
tergagap dia mengatakan
“Ka
ka kauu si sia pa, Apa maksudmu setengah manusia.?” Wondo, baru lancar setelah
bisa menata pernafasannya dan irama detak jantungnya.
“Namaku
Susan Van Hoovten. Ibuku wanita siluman penunggu perkebunan Kopi ini. Ayahku
adalah seorang manusia keturunan Belanda, sinder Perkebunan. Saya adalah
setengah manusia. Aku bisa berwujud apa saja yang kuinginkan. Wanita cantik, wujud
menyeramkan, wujud Binatang apa saja. Kucing belang yang kau bunuh itu adalah
aku bang.” Susan menerangkan. Wondo kaget jantungnya berdetak keras.
“Kok
masih hidup, kan kucingnya sudah mati.?”
“Saya
bangsa jin atau setan, tidak bisa mati Bang, sebelum kiamat.”
“Seserem
apa sih dalam wujudmu yang lain.?” Wondo memberanikan diri.
“Sungguh
kau ingin tahu, tidak takut Bang?”
“Tidak,
aku hanya takut pada Allah SWT.” Wondo menantang
“Jangan
sombong, resikonya berat, salah salah kau bisa mati Bang.”
“Sudahlah
tunjukkan kehebatan ilmumu.” Wondo bernada meremehkan.
Susan
melipat tangannya bersedekap. Dalam sekejap keluarlah asap putih. “Geeeer,
heeeh, heeeh, gerrrrrh” suasaranya berat menggetarkan dinding rumah.” Suwondo
merinding bulu kuduknya. Putri cantik
berubah kepalanya berdarah, lidahnya panjang kepalanya remuk, rambutnya putih
panjang, matanya melotot merah. Baju putihnya memerah oleh darah yang menetes
dari kepala dan mukanya. Tangan dan kakinya berbulu lebat dengan kuku-kuku
panjang.
Suwondo
ketakutan tak sanggup menatap perwujudan Susan yang menyeramkan. Wondo diam
nafasnya berat tersengal lalu pingsan. Keesokan harinya, teman akrabnya, bernama
Sulaiman ke rumah Wondo mendapati temannya sudah tidak bernyawa dan ada bangkai
kucing disudut ruangan kamarnya. Sulaiman melaporkan kematian teman karibnya ke
pak RT setempat. (Snt)
Jember,
10/02/2024.
Komentar
Posting Komentar