KISAH INSPIRATIF


 

NEVER GIVE UP

 SUNYOTO SUTYONO

Usia pak Hastomo atau kakek Has kini kira-kira sudah tujuh puluh tahun. Postur tubuhnya tinggi brsar seperti orang eropa. Kulitnya kuning langsat, rambutnya putih semua dipotong pendek, bibir tipis, hidung tidak mancung tidak berjenggot tidak berkumis, bemata hitam sepasang alis tipis menghiasi wajah ovalnya. Jalannya pelan memakai tongkat penyangga tubuhnya..

Pensiunan Guru dan Kepala Sekolah itu, perangainya ramah, murah senyum, sabar, mudah bergaul dengan siapa saja. Bersemangat, bersahaja, dan berwibawa. Orang tidak segan menyapanya, dari wajahnya menyiratkan persahabatan.

Sudah bertahun-tahun berlalu beliau menderita penyakit diabet. Sepintas, bila  duduk dan berbicara, pasti orang mengira beliau  sehat-sehat saja. Maklum dahulunya sebelum sakit, kakek Has adalah mantan olahragawan dan rutin memeriksakan kesehatannya ke rumah sakit.

Selama pandemi covid-19 tahun 2020-2021, jadwal kontrolnya kacau. Sering tidak minum obat, takut ke rumah sakit, karena takut tertular covid. Lagi pula dokter sering tidak bersedia menemui pasien, perawat yang ditugasi memberikan obat, hanya berdasarkan laporan keluhan pasien dan resep bulan lalu. Itulah salah satu pemicu sakit parahnya beliau.

Asupan makan, minum dan obat-obatan menjadi tidak terkontrol, sehingga ketika di cek laborat sangat mengejutkan. Kadar gula darahnya mencapai 400, harusnya dibawah 200. Tumit kakinya luka, mengalami kesakitan bila berjalan, makanya selain kruk beliau memakai kursi roda. Tadinya luka itu hanya kecil saja,  cukup dirawat di rumah oleh istrinya. Namun setelah hampir dua bulan, tidak membaik bahkan semakin melebar lukanya, pak Hastomo minta pertimbangan kalau dirawat di rumah sakit saja.

“Kalau ke rumah sakit, pasti disuruh opname pak. Siapa yang akan menjaga? Ibu sakit-sakitan, nanti kecapekan, tambah merepotkan. Saya repot dengan kegiatan rutin di rumah.” putri pertamanya memberi pertimbangan.

“Betul mas, bagaimana kalau berobat rawat jalan ke klinik saja?” kata bu Hastomo.

“Bagaimana pendapatmu ?” tanya pak Has kepada putri keduanya.

“Iya betul pak, teman saya pernah berobat ke Klinik itu, sekarang sudah sembuh. Katanya pelayanannya sangat bagus.” putri kedua merekomendasikan. 

Kesimpulan semua anggota keluarga sepakat, bapak dirawat jalan di klinik bedah “Amanah” itu. Bakdha maghrib, pak Hastomo datang di klinik diantar istri, anak pertama dan menantu. Banyak pasien yang sudah ngantri disana. Tiba giliran bapak, masuk ruangan perawatan, ibu perawat dengan ramah mempersilahkan tiduran di bad yang tersedia. Setelah melihat lukanya, ibu perawat menanyakan berapa kadar gulanya saat ini.

“Seminggu lalu saya cek lab kadar gula 400.” jawab pak Hastomo, ibu perawat geleng-geleng kepala.

“Bapak harus ke dokter bagian penyakit dalam, minta perawatan agar gula darahnya normal, Ini telah terjadi infeksi pada lukanya.” kata perawat sambil membersihkan lukanya.

 “Iya bu, lalu apa lagi yang harus kami lakukan.” tanya bu Hastomo, ketika suaminya hanya diam.

“Setiap seminggu sekali lukanya harus dibersihkan, urat-urat syaraf yang rusak akibat infeksi harus di buang bu.” ibu perawat menjelaskan.

“Luka yang dibersihkan, syaraf yang rusak di gunting, kok tidak terasa sakit bu ?” keluh pak Hastomo

“Ya itu karena syarafnya sudah banyak yang mati, makanya kadar gulanya  harus segera diturunkan. Kalau tidak, akan semakin menjalar dan banyak syaraf yang rusak.” kata perawat

“Apa ada kemungkinan sampai di amputasi ya bu ?” pak Has bertanya penuh kekawatiran.

“Ya, iya, kalau terlambat ditangani atau sengaja dibiarkan. Perawatan penyakit begini ini biasanya lama, sampai berbulan-bulan. Pasien harus sabar tidak bosan atau putus asa. Tetap semangat melanjutkan pengobatan !” jawab perawat, sambil memberi motivasi. Wajah pak Hastomo berubah mendung, mungkin beliau sangat kawatir.

“Tidak usah sedih gitu, bu guru di sekolah mas, pernah menderita seperti ini, bisa sembuh. Semua itu tergantung Allah, do’a dan usaha kita.” hibur istrinya. 

Ketika perjalanan pulang dari klinik sampai rumah, pak Has masih murung dan pendiam. Putri keduanya yang menunggu di rumah tanggap situasinya.

“Pak, dapat salam dari bu Luki, teman bapak.” putri keduanya menghibur.

“Apa katanya ?” tanya bapak singkat. 

“Tetap semangat, jangan makan nasi dan makanan tinggi karbo.” kata putrinya menirukan ucapan bu Luki.

“Sampaikan salam balik, terima kasih telah menyemangati. Buat bu Luki, semoga beliau sehat juga.” pinta pak Has pada putrinya.

Sementara semua pada sibuk dengan kegiatan masing-masing, Pak Hastomo kini di kamar, tenggelam dalam kesendirian. Sungguh bukan sakit raga yang beliau rasakan, namun lebih pada konflik batin. Bapak ingin teman ngobrol, agar bahagia, bisa sejenak melupakan kegalauan batinnya.

***

Bu Hastomo sudah enam puluhan tahun usianya, beda sembilan tahun dengan suaminya. Tubuhnya gemuk pendek, bahkan cenderung obesitas. Memasak dan  berorganisasi adalah hobynya. Pak Hastomo mendukung istrinya sibuk berorganisasi, demi untuk hiburan baginya. Beliau merasa beruntung sekaligus kasihan dan sayang kepada istri tercintanya selain sibuk mengurus keluarga, masih sibuk berorganisasi.

Pak Has, mempunyai dua orang putri, dua-duanya sudah berkeluarga, mempunyai putra, dan mempunyai rumah sendiri-sendiri. Putri pertama tinggi besar seperti bapaknya. Sifatnya keras, bicaranya ceplas-ceplos terkadang menyakitkan. Dia punya anak dua, putra dan putri. Kehidupan keluarganya selalu heboh, belum sepenuhnya bisa mandiri. Hal itu menjadi beban pikiran pak Has.

Putri kedua sudah berkeluarga juga, mempunyai putri satu, masih balita.  Postur tubuhnya kurus pendek, menurun dari ibunya. Sikapnya sabar, pengertian dan bijaksana. Dari gajinya sebagai guru PNS dia sering datang menghibur, membelikan berbagai buku bacaan berupa novel, membelikan buah dan makanan camilan untuk bapak ibunya.

 Kedua menantu, sangat sayang dan hormat kepada pak Has, selalu siap sedia selama enam bulan ini, membantu secara bergantian mengantar dengan mobil, bila mertua kontrol ke rumah sakit maupun ke klinik. Mereka telaten, sabar,  menuntun bapak mertua, membuat terenyuh di hati pak Hastomo.

Beliau ingat kata-kata yang dia ucapkan sendiri “Bila suka memperhatikan dan sayang kepada orang lain, Allah akan memberikan kembali perhatian dan kasih sayang yang sama kepadanya.” dan itu telah sering dirasakannya.

***

Sebagian besar waktu dihabiskan dalam kesendirian di kamar, pak Hastomo  merenda berbagai kegiatan menghibur diri, mengusir sepi, berdamai dengan penderitaan. Berbagai kegiatan hanya berupa hal-hal kecil sederhana, yang mampu beliau  lakukan.

Hal pertama dan utama, sebagai seorang muslim, pak Has mendekatkan diri lebih dekat kepada Allah. Rajin shalat wajib dan sunnah, puasa wajib dan sunnah. membayar zakat dan sodakoh, melantunkan do’a permohonan, mentadzaburi al Qur’an. Mengikuti pengajian di majlis dan mendengarkan tauziah lewat radio, Melakukan silaturahim melalui HP, maupun lewat darat. Hasilnya luar biasa, hati menjadi tentram, rasa beserah diri, menerima apapun takdir Robb-Nya.    

Makanan yang rendah karbo dengan porsi sedikit, tidak minum yang manis-manis. Kentang rebus, putih telur ditanak, minum air putih. Lauk ikan gabus, ikan air tawar, ikan air laut, daging sapi, daging ayam. Sayur-sayuran di kerawu atau dengan bumbu pecel, buah-buahan adalah makanan kesehariannya. Upaya ini sangat  membantu menormalkan kadar gula darah dan penyembuhan luka.

Rajin ke dokter, minum obat diabet, jantung, darah tinggi dan pereda nyeri, sesuai aturan dokter. Usahakan tepat waktu dan jangan sampai lupa. Untuk luka setiap sepuluh hari atau seminggu sekali rajin kontrol ke klinik, mengganti verban, dan obat lukanya. Minum anti biotik dosis tinggi, jangan banyak jalan kaki, supaya lukanya tidak tergencet beban tubuh yang tinggi besar itu.

Olah raga ringan hanya sekedar peregangan otot, gerakkan tangan, kaki dan kepala, lumayan untuk melemaskan otot yang kaku.

Teman yang mempunyai riwayat  pernah sakit yang sama menyarankan,  mengkonsumsi seduan air daun insulin. Hal ini dipercaya dapat membantu menormalkan kadar gula darah dan menyembuhkan luka akibat diabet.

Selain fokus pada kesehatan fisik, pak Hastomo tak lupa memberi nutrisi psychisnya, karena dua-duanya sama pentingnya. Nutrisi psychis, dengan kegiatan membaca berbagai buku bacaan dan menulis. Awalnya hanya sekedar menulis saja,  di Face Book, Blogg gratisan, WA atau sekedar menulis lalu disimpan di lap top saja. Lalu mencoba lebih serius, menghasilkan banyak tulisan kemudian ikutan menulis cerpen dan puisi keroyokan ke penerbit. Empat judul buku antologi cerpen dan satu antologi puisi, sudah dapat beliau realisasikan.

Ada ketidak puasan tentang kemampuan menulis fiksi. Upayanya, beberapa kali mengikuti pelatihan, dan ikutan lomba, belum pernah menang sih, kakek Has tak putus asa. Alhamdulillah hasilnya hati terhibur, dengan kegiatan menulis, seiring  berjalannya waktu, luka di kaki mulai menutup dan sembuh.

***

Semangat kakek Has menjalani hidup ini pantas diacungi jempol, masih mempunyai banyak harapan masa depan sedang dan ingin diwujudkan.

Yang jelas berjuang terus untuk hidup sehat wal afiat, sejahtera jiwa raga, berbahagia bersama keluarga yang sangat dicintainya,

Beliau bertekat, selama kesehatan masih memungkinkan, akan menulis, menulis dan menulis. Saat ini sedang berjuang menerbitkan buku solo kumpulan cerpen dan novel karya  sendiri. Kesempatan itu ada dan terbuka. Walau ragu dan masih buntu, ada obsesi menjadi kontributor penulisan pada suatu majalah atau koran harian.

Akhirnya kebahagiaan terindah dalam hidup kakek Hastomo, “ketika tidak berdaya, ternyata banyak orang ikhlas mengulurkan tangan, mengangkat dirinya.” Maka sambutlah tangan mereka dengan penuh kasih sayang siapapun mereka.

Tetaplah bersemangat, jangan menyerah, berupaya keras, disertai do’a untuk menemukan masa gemilang yang dicitakan. Aamiin. (Snt) 

Jember, 14 Oktober 2022


Catatan :

Karya ini pernah diikutkan lomba menulis cerita Inspiratif dan dinyatakan lolos kurasi. Kemudian diterbitkan dakan buku antologi cerpen bertajuk Para Pemimpi diterbitkan oleh SIP Publishing Purwokerto.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CERPEN TENBOK CINA MAHA KARYA DUNIA.

PEMBERITAHUAN.

STUDI BANDING KE CINA (RRC)