CERPEN : KETIKA MASIH ADA.
Ketika Masih Ada
Oleh Adi
Mbarep.
Jangan
biarkan kasih sayang dan perlakuan terbaik terlewatkan untuk orang-orang
terdekat, disekeliling kita. Sungguh hidup tidak bisa diprediksi. Allah
mengambil kembali miliknya secara acak dan kapan saja waktunya. Tua, muda,
bayi, sehat, sakit, pejabat, rakyat, orang baik, orang jahat, orang kaya, miskin, orang terkenal,
tidak terkenal, semuanya terserah, mana yang akan diambil di waktu ini. Tidak
ada orang yang sakti, bisa terhindar dari kejaran kematian, jika Allah menghendakinya.
Jangan sampai menyesal, ketika masih ada disia-siakan, dizolimi, tak
diacuhkan. nanti baru terasa ketika sudah tiada.
Sudah
banyak saudara dan teman-teman diberbagai komunitas, terpapar covid-19 yang
lagi mewabah di negeri ini. Orang boleh tidak percaya bahwa virus itu tidak
berbahaya, bahkan menganggap tidak ada,
itu adalah hak mereka. Akan tetapi kenyataanya, beberapa teman dan saudara ada
yang kemudian tiba-tiba meninggal dunia, dan sebagian lain ada yang masih
dilindungi Allah Azza Wazala, kemudian bisa sembuh, hidup normal seperti
sebelumnya.
Hari
ini jum’at pagi, sekitar jam 07.00, dari pengeras suara di Mesjid Al Aamiin
komplek perumahan, Pak Ahmad seorang takmir masjid, mengumumkan. Begitu
mendengar suara pak Ahmad yang mengumumkan. anak saya Risma berkomentar dengan
nada haru.
“Ya
Allah siapa lagi yang meninggal kali ini.”
“Innalillahi
wainna ilaihi rojiun 3X” suara pak Ahmad dari pengeras suara masjid.
Kami sekeluarga
mendengarkan lebih seksama, ingin tahu, siapa yang terkena musibah kali ini.
Begitu menyebut nama seseorang yang meninggal dunia, saya dan istri, tidak
menyangka, trenyuh, dan ikut sedih tiba-tiba. Anak kedua saya Risma, menangis
haru sambil mendoakan yang terbaik bagi almarhumah sambil memeluk erat anak
nya. Erla anak pertama saya datang tergopoh-gopoh dengan kedua anaknya. Setelah
mendapat informasi dari ibunya juga menangis sambil disaksikan oleh kedua
anaknya dengan heran. Ketika masih sama-sama lajang, Erla dan Risma sama-sama aktif
berorganisasi karang taruna dengan almarhumah. Mereka akrab, saling
bersilaturahim ke rumah, saling bermain bersama beberapa teman yang lain.
Ketika sama-sama sudah berkeluarga, beberapa teman sudah mempunyai anak.
Almarhumah termasuk baru saja menikah setahun lalu dan kemudian saat ini dia
hamil 7 bulan.
Baru
seminggu lalu, keluarga bu Eni, mengadakan selamatan tujuh bulanan cucu
pertama, sekaligus anak pertama armarhummah. Masih segar dalam ingatan ibu-ibu
dama perumahan. Wajah cantik ibu muda yang hamil itu, begitu bahagia menyambut
kelahiran calon putranya. Bu Eni dan armarhumah bersikeras menyelenggarakan
acara tujuh bulanan, walau masa PPKM darurat berlaku. Kebahagiaan terpancar
diwajah semua anggota keluarga dalam pelaksanaan hajatan itu. Siapa menyangka
bahwa seminggu berikutnya, keluarga bu Eni mendapat ujian dari Allah,
sekeluarga terpapar covid-19. Semua anggota keluarga cukup isolasi mandiri di rumah.
Fulana (almarhumah) yang sedang hamil tujuh bulan, menderita sesak nafas berat,
sehingga terpaksa diopname ke rumah sakit perkebunan di Jember. Hanya dua hari
menginap di rumah sakit lalu tidak pernah kembali ke rumahnya untuk selamanya.
Pasien Covid-19 dirawat jenazahnya dan dikuburkan secara protocol kesehatan.
Setelah dari rumah sakit langsung diantar jenazahnya dengan mobil dan petugas
jenazah khusus covid-19 hari itu juga,
Bu Eni,
yang lagi isoman dan pemulihan dari sakitnya, demi mendengar kabar meninggalnya
anak perempuan satu-satunya dan calon cucunya yang belum sempat hadir ke dunia
langsung shock, jatuh terkulai tak berdaya di rumahnya. Warga perumahan
semua juga ikut merasa sedih dan bela sungkawa, namun tidak bisa menghiburnya
dari dekat, karena keluarga bu Eni sedang isoman. Infonya yang pertama terpapar
adalah Bu Eni yang baru bepergian dari luar kota, mengunjungi tempat usaha
suaminya. Atau bisa juga karena kerumunan pada saat hajatan tujuh bulanan yang
baru lalu.
Manusia
hanya wajib berihtiar sebelum takdir ditentukan oleh Allah SWT. Bila sudah
takdir maka tidak seharusnya membicarakan penyesalan, menyalahkan diri sendiri
atau orang lain bahkan menyalahkan Tuhan, sehubungan dengan berbagai musibah itu.
Bila Allah sudah mentakdirkan siapapun dengan alasan dan upaya apapun, tak bisa
memajukan maupun memundurkan walau sedetik.
Bagi
yang sekarang masih hidup, kepada siapa saja senyampang masih ada untuk
disayang maka berbuatlah dengan kasih sayang, Senyampang masih ada maafkanlah
bila berbuat salah. Senyampang masih ada bantulah kalau butuh bantuan. Jangan
sampai terlambat, baru terasa setelah tiada. (Snt)
Jember, 2020
Komentar
Posting Komentar